Pagi tadi, sewaktu berjalan menuju pintu depan, kudengar suara seorang
lelaki menyapa bapak kosku yang tua dan pikun. Lelaki itu perlu
berteriak untuk bertanya pada orang tua angkatku di Surabaya, “Pak,
siapa yang meninggal?”
Aku yang baru berjalan langsung bertanya
dalam hati, “Ada apa?” Bergegas kumenuju halaman depan rumah. “Siapa
yang meninggal Pak?” ulang pertanyaan lelaki itu yang ternyata seorang
Bapak dari depan gerbang, “Mengapa ada bendera setengah tiang?” katanya
lebih keras, sambil menunjuk bendera merah putih setengah tiang di
halaman rumah kami.
Pendengaran Bapak memang mulai menurun, tapi
bukan ingatannya, “30 September… 30 September.” Kata veteran itu dengan
suara terpatah-patah.
Aku terkejut, begitu juga Bapak itu.
Ekspresinya menampakkan raut wajah malu, mungkin ekspresiku juga begitu.
Hari ini 30 September, aku dan Bapak itu lupa. Kami yang masih segar,
yang mengaku belum mengalami penurunan daya ingat ternyata lupa akan
peristiwa kelam sejarah Bangsa Indonesia ini.
Apa
yang sebenarnya terjadi di Indonesia pada 30 September 1965? Siapa
dalangnya? Bagiku tetaplah merupakan misteri, tapi nyawa-nyawa anak
bangsa yang dilenyapkan secara paksa demi meraih singgasana kekuasaan
tetaplah tragedi. Bendera masih berkibar setengah tiang.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar