Rabu, 22 Februari 2012



...
siapa lagi yang mau ngajak jadian ma saya... silahkan absen disini...
ntar kalo dah bosan (ga berminat, ga yakin, atau apalah) dengan saya,
silahkan dibuang (diputus, ditinggalkan, atau apalah istilah yang lain, suka suka anda saja)...
...


Membaca status sahabat di Jogja membuatku teringat lagu ceria dari negeri Sakura yang sangat terkenal di Amerika, Ue O Muite Aruko. Dinyanyikan oleh Kyu Sakamoto, tahun 1961. Di Amerika   lagu ini diberi judul "Sukiyaki" dengan alasan judul dalam bahasa Jepang panjang dan susah diucapkan oleh penutur bahasa Inggris. Seperti makanannya, lagu "Sukiyaki" juga sangat  terkenal. Walau musiknya ceria, lirik lagu ini sebenarnya bercerita tentang kehilangan, tentang patah hati kalo kita bisa mengartikan secara bebas.

Ue o muite aruko artinya  I look up when I walk.

Ya, melihat ke atas ketika berjalan, membuat air mata susah keluar. Walau sedih dan nyeseg di dada, tapi kalo kita tetap memaksakan diri melihat ke atas, ke langit malam, ke bintang-bintang, ke rembulan yang tenang, setidaknya tetesan air mata sulit mengalir di pelupuk mata.

Terkadang melihat ke atas dan memegang harapan bahwa akan bersinar cahaya kebahagiaan bisa membuat kita tegar menghadapi segala permasalahan. Seperti yang masih tersisa di kotak Pandora, harapan tidak boleh hilang dari hidup kita.

***

Namun, kita tahu diantara tiga: iman, harapan, dan kasih. Bukan harapan dan iman yang terbesar, akan tetapi kasih. Mengapa? Seingatku dalam Catatan Pinggirnya, Gonawan Mohamad mengilustasikan dengan sangat indah kawan. Jika ada gunung menghadang. Iman dan harapan akan mampu memindahkan gunung itu. Kasih justru memeluknya, kasih justru mengenali gunung itu, berjalan pelan melintasinya.

Seandainya gunung itu adalah rintangan. Seandainya gunung itu adalah kenyataan bahwa diri kita sudah dikecewakan. Seandainya gunung itu adalah realitas bahwa hati kita sudah dikhianati. Kita dilupakan, diputus, ditinggalkan, atau apalah istilah yang lain, suka suka anda saja.

Dengan iman dan harapan, kita akan bisa menyingkirkannya, melemparkannya ke lautan. Namun kasih tidak. Kasih justru memeluknya itu. Mengobatinya. Menyembuhkannya. Merawatnya. Menyayanginya sekali lagi, dan lagi, dan lagi.

Seperti doa lembut hati dari Santo Fransiscus Asisi, ... Tuhanku, semoga aku lebih ingin menghibur, daripada dihibur, mencintai daripada dicintai...  itulah kasih.. Itulah yang terbesar.

***
Rasanya bukan berapa banyak kita patah hati, bukan berapa banyak kita pernah jatuh cinta, bukan berapa banyak kita jadian. Bukan. Tapi tentu ada sesuatu yang lebih bermutu dari sekedar hitung-hitungan angka itu. Ada yang lebih bernilai dari sekedar pengalaman, apalagi petualangan cinta ini kawan.

***

Ganbaru!

***
Ue o muite arukou
Namida ga kobore naiyouni
Omoidasu harunohi
Hitoribotchi no yoru
Ue o muite arukou
Nijinda hosi o kazoete
Omoidasu natsunohi
Hitoribotchi no yoru
Shiawase wa kumo no ueni
Shiawase wa sora no ueni
Ue o muite arukou
Namida ga kobore naiyouni
Nakinagara aruku
Hitoribotchi no yoru
(whistling)
Omoidasu akinohi
Hitoribotchi no yoru
Kanashimi wa hosino kageni
Kanashimi wa tsukino kageni
Ue o muite arukou
Namida ga kobore naiyouni
Nakinagara aruku
Hitoribotchi no yoru
(whistling)


****
I look up when I walk
So the tears won’t fall
Remembering those happy spring days
But tonight I’m all alone
I look up when I walk
Counting the stars with tearful eyes
Remembering those happy summer days
But tonight I’m all alone
Happiness lies beyond the clouds
Happiness lies above the sky
I look up when I walk
So the tears won’t fall
Though my heart is filled with sorrow

Remembering those happy autumn days
For tonight I’m all alone
But tonight I’m all alone
Sadness hides in the shadow of the stars
Sadness lurks in the shadow of the moon
I look up when I walk
So the tears won’t fall
Though my heart is filled with sorrow
For tonight I’m all alone

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar