Senin, 23 Januari 2012

Tentang Kesetiaan

Kita, diakui atau tidak senantiasa menghargai kesetiaan.

Maka kita pun menghormati Paulo Maldini yang tetap setia membela satu tim selama karier profesional di dunia sepakbola. Di saat rekan-rekannya melompat dari satu klub ke klub lainnya, pemain bernomor punggung 3 itu tetap berada di tim yang membesarkannya. Karier kapten kesebelasan AC Milan itu memang luar biasa.

Dia adalah salah satu pemain bertahan terbaik yang pernah ada. Bersamanya "rossoneri” (merah-hitam). meraih berbagai tropi juara. Bahkan suporter Inter Milan yang merupakan rival abadi AC Milan pun angkat topi, spanduk bertuliskan “Selama 20 tahun kamu adalah rival sejati kami, tapi selamanya kami menghormatimu” dibentangkan dalam laga Derby della Madonnina 15 Februari lalu.

Kita, diakui atau tidak senantiasa menghargai kesetiaan.

Bunda Teresa, ibu yang lembut hati dari Kalkuta itu pernah berujar, “Manusia dipanggil untuk setia.” Ungkapan yang indah dan sederhana namun senantiasa sulit untuk terlaksana. Maka kita pun terhenyak ketika kumpulan surat-surat pribadi Ibu kaum papa itu diungkapkan. Bagaimana ternyata Bunda bermata lembut itu merasakan kekosongan yang teramat sangat, tatkala cintanya pada Tuhan tak berbalas. Dia merasa sendiri, dan Tuhan jauh daripadanya.

Bunda yang renta itu, yang pelukannya senantiasa mampu memberikan kehangatan dan perhargaan merasakan malam-malam gelap tak berujung. Kekosongan jiwa yang menyakitkan, namun dia tegar, dan berusaha tetap bertahan dalam kesetiaan. Berapa banyak waktu dia habiskan dalam penderitaan itu, berapa banyak tetes-tetes air mata membasahi pipi keriputnya. Terbayangkan rasa sakit jika cinta tak berbalas. Terbayang rasa tak berharga yang harus ditanggungnya.

Apa yang masih bisa dipertahankan jika kesetiaan dibalas dengan penolakan?

Dedikasi Paulo Maldini luar biasa, dan AC Milan menghargainya juga secara istimewa. Namun bagaimana jika AC Milan membayarnya seharga guru swasta di Indonesia? Bagaimana jika manajemen dan suporter AC Milan tidak menghargai kerja kerasnya? Apakah Maldini bisa setia. Kesetiaan bekerja jika ada timbal balik yang sepadan.

Kesetiaan hadir jika ada penghargaan dan pemanusiaan. Itu logika umum yang kita sadari dan akui. Lalu mengapa Bunda Teresa tetap setia pada Tuhannya walau dia merasa kekeringan yang nyata di hatinya? Mengapa seseorang bisa begitu setia menunggu kekasihnya pulang walau dia tahu kekasih itu sedang berselingkuh di luar sana?

“Dia, aku cintai.”

Jawabannya itu yang kemudian kudengar, dan lidahku pun kelu untuk bertanya. Mataku pun terpejam, dan terbayang fragmen yang setiap tahun aku kenang. Seorang anak manusia memanggul salib ke puncak kalvari. Dia terjatuh berulang kali. Diinjak berulang kali. Dicemooh. Diludahi. Tapi dia berjalan dan tetap berjalan, untuk akhirnya mati di salibnya sendiri. Sendiri.

Apa yang dia lakukan? Tindakannya senantiasa menimbulkan pertentangan sampai akhir jaman. Namun kita yang mengenangnya juga mendapat pelajaran tentang kesetiaan.

Dan jika kau bertanya, “Dan bisakah kau setia Ven?”

Aku hanya ingin memandang matamu dan tersenyum. Aku tidak tahu, aku tidak tahu. Kisah hidupku belum sampai di puncak kalvari itu. Suatu hari nanti jika aku diijinkan ke surga dan bertemu denganmu, sahabat perjalananku, malaikat tanpa sayapku. Di bawah senja biru kemerahan nan hangat, di saat ribuan burung pulang ke sarang, kita akan duduk di padang rumput hijau luas. Akan aku jawab pertanyaanmu.

“Kau takut komitmen ya?”

Sungguh aku tertawa. Bagaimana jika aku tidak usah jawab pertanyaan itu dan malam nanti kubuatkan masakan istimewa untukmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar