Antara kita ada puisi
sunyi yang tak lagi dihargai
dianggap sepi
Kapan lagi kita terpukau permainan cahaya
pada bayang-bayang menjelma raksasa, kuntilanak, dewa
Kapan lagi kita terlena pada nada senja
pada senyum ramah di sudut kota, pantai, rumah
Kita terus berlari, berlari, entah mengapa, entah mengejar siapa, entah karena apa
cuma kerumunan di depan itu telah berlari, jadi kita harus mengikuti, harus mengikuti
harus mengikuti
Rasanya nyaris seperti kerumunan laron di musim hujan
keluar dari sarang dan kebingungan
saat satu mendekati cahaya
lainnya mengikuti
dan mati
Antara kita ada puisi, tak lagi kita hargai, dianggap sepi,
sesepi tawa saat sadari hidup ini sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar